KPK Janjikan Penyidikan Kasus Pajak BCA Tetap Lanjut. MANA???

“Tetap tersangka, kami tidak boleh menghentikan penyidikan,” Ruki menanggapi dengan yakin pasca KPK dipukul mundur oleh Hadi Poernomo lewat sidang praperadilan.

 

Wakil Ketua KPK non aktif, Bambang Widjojanto, Rabu 14 Januari 2015, mengatakan bahwa lembaganya merencanakan perkara itu rampung pada tahun 2015.

 

“Kami ingin menjadikan kasus ini sebagai prioritas yang ingin ditangani, dan mudah-mudahan sebelum semester pertama tahun ini, atau mudah-mudahan catur wulan pertama, kita sudah bisa selesaikan‎ kasus ini,” kata Bambang di kantor KPK, Jakarta.

 

Demikian janji-janji KPK soal nasib kasus pajak Bank BCA. Tapi kenyataannya pembaca tahu sendiri kan, sampai saat ini kasus pajak BCA malahan tidak terdengar sama sekali.

 

Hadi Poernomo merupakan pintu bagi KPK untuk membongkar kasus korupsi pajak yang dilakukan Bank BCA. Bank swasta terbesar di Indonesia ini diduga telah melakukan tindak korupsi terkait kewajiban pembayaran pajak atas transaksi kredit macet atau non performing loan dengan BPPN yang sebesar Rp 5,7 triliun. BCA dikenakan pajak sebesar Rp 375 miliar.

 

Bank BCA Tbk dalam kasus ini mengajukan keberatan membayar pajak atas transaksi kredit bermasalahnya dengan BPPN yang mencapai angka Rp 5,7 triliun kepada Direktorat PPh (Pajak Penghasilan). Setelah Direktorat PPh menerima surat permohonan keberatan pajak dari Bank BCA, kemudian dilakukan pengkajian lebih dalam untuk disimpulkan.

 

Setelah melakukan kajian selama setahun, pada 13 Maret 2004 Direktur PPh menerbitkan surat yang berisi rekomendasi dari hasil telaah atas permohonan keberatan pajak Bank BCA, yang menyimpulkan bahwa permohonan keberatan membayar pajak Bank BCA “ditolak”. Kemudian surat hasil telaah tersebut disampaikan ke Ketua BPK saat itu yakni Hadi Poernomo agar permohonan keberatan pajak Bank BCA ditolak.

 

Namun, pada 18 Juli 2004, melalui nota dinas, Hadi selaku Dirjen Pajak saat itu justru mengintruksikan pada Direktur PPh untuk mengubah hasil kesimpulannya, sehingga permohonan keberatan membayar pajak yang diajukan PT Bank BCA diterima seluruhnya.

 

Pada hari itu juga Hadi diduga mengeluarkan Surat Keputusan Ketetapan Wajib Pajak Nihil, yang isinya menerima seluruh permohonan keberatan membayar pajak Bank BCA selaku wajib pajak. Sehingga Direktorat PPh tidak diberi kesempatan untuk memberi tanggapan berbeda atas keputusan Hadi Poenomo.

 

Selain itu, Hadi juga mengabaikan adanya fakta mengenai materi keberatan yang diajukan bank lain dengan permasalahan yang sama persis dengan Bank BCA. Permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank lain ditolak sedangkan Bank BCA diterima, padahal memiliki permasalahan yang sama.

 

Sumber :

  1. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/578271-wakil-ketua-kpk-sebut-kasus-pajak-bca-jadi-prioritas
  2. http://www.jpnn.com/read/2015/05/27/306213/KPK-Pastikan-Penyidikan-Kasus-Pajak-BCA-Tetap-Lanjut-

KPK Kantongi Bukti BCA Diuntungkan Hadi Poernomo

JAKARTA  – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menemukan bukti jika Bank Central Asia (BCA) diuntungkan dari skandal korupsi bekas Dirjen Pajak, Hadi Poernomo. Keuntungan itu didapatkan dari pengabulan keberatan pajak yang diajukan Bank BCA pada tahun 1999. Hal itu diungkapkan Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Jakarta, Sabtu (23/5).

Hadi dijerat KPK dengan Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana oleh KPK.

“Kalau unsur di pasal 2 dan 3 kan menguntungkan orang lain atau korporasi, masuk di sana,” kata Priharsa.

Untuk itu, KPK terus meneliti keterlibatan sejumlah pihak dalam kasus tersebut, termasuk keterlibatan Direktur Utama (Dirut) BCA Jahja Setiatmadja. Bahkan, Jahja dimintai keterangannya, Jum’at (22/5) hingga malam hari.

“Dikonfirmasi tentang dugaan peristiwa pidana yang terkait dengan pajak BCA 1999,” ujar Priharsa.

Namun, Jahja menolak berkomentar dengan rinci perihal pemeriksaannya oleh penyidik KPK. Dia menyerahkan sepenuhnya informasi keterlibatan dirinya dalam kasus tersebut kepada penyidik KPK.

Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi SP menyatakan tidak akan melindungi siapa saja yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi permohonan keberatan pajak, yang diajukan BCA tahun 1999. Dia juga menegaskan tidak memberi perlakuan khusus terhadap Jahja. “Jadi tidak membela siapa-siapa, KPK memeriksa dia sebagai saksi untuk kepentingan penyidikan dengan tersangka HP,” kata Johan.

Sejak menetapkan Hadi Purnomo sebagai tersangka korupsi persetujuan surat keberatan transaksi non-performance loan (NPL) atau kredit macet sebesar Rp 5,7 triliun diajukan BCA, KPK memang menegaskan bakal memeriksa sejumlah pihak termasuk Bos BCA, Jahja Setiaatmadja guna mengungkap kasus korupsi tersebut. Namun, keterlibatan yang bersangkutan dalam kasus itu belum bisa dipastikan.

KPK juga menggandeng Pusat Pelapotan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri jejak harta kekayaan Hadi guna mencari bukti keterlibatan pejabat BCA dalam proses tersebut. PPATK menilai menemukan kejanggalan pada proses diloloskannya permohonan keberatan BCA.

Menurut KPK, perbuatan melawan hukum yang dilakukan Hadi yaitu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas SKPN PPH PT BCA Tbk tahun pajak 1999 diajukan pada 17 Juli 2003. Padahal saat itu bank lain juga mengajukan permohonan sama tapi semuanya ditolak. Hadi selaku Dirjen Pajak 2002 sampai 2004 mengabulkan permohonan keberatan pajak BCA melalui nota dinas bernomor ND-192/PJ/2004/ pada 17 Juni 2004.

Sumber : http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2697-ada-bukti-bca-diuntungkan-hadi-purnomo

Ini Alasan KPK Ngotot Tetap Usut Kasus Pajak BCA

JAKARTA – Ada sejumlah alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ngotot mengusut kasus mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak sekaligus mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo.

Alasan tersebut diungkapkan secara gambalang oleh Yudi Kristiana selaku Ketua Tim Penyidik kasus Hadi sekaligus anggota tim hukum KPK di sidang praperadian, saat diskusi media “Membedah Penanganan Perkara di KPK, di Auditorium Utama KPK, Jakarta, Senin (29/6/2015).

Yudi Kristiana mengatakan, praperadilan adalah bagian dari realitas hukum yang harus dihormati. Dia membeberkan, yang harus dicermati adalah saat praperadilan Hadi, KPK sudah mengantisipasi semua unsur yang sudah disangkakan.

Antisipasi itu meliputi delik yang disangkakan serta mencukupi semua alat bukti surat dan alat bukti keterangan saksi dari ahli hukum pidana, administrasi negara, hukum keuangan hingga orang yang membahas UU KPK dihadirkan.

Untuk Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan praperadilan Hadi, KPK selaku termohon praperadailan harus mampu mengungkap ada penyeludupan hukum sesuai Surat Edaran MA (SEMA).

“Kalau kalah lagi, bisa juga mengajukan sprindik baru meski tidak mudah cari hubungan judicial corruption dan putusan praperadilan. (Untuk sprindik baru) penentu kebijakan bukan saya, meskipun nampak sama tapi kita menyikapinya perlu kesepahaman bersama, tidak bisa otoriter harus begini. Memori PK itu sedang kita rumuskan,” tuturnya.

Dia membeberkan, semua antisipasi sudah dihadirkan karena memang kasus dugaan korupsi permohonan keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan (PPh) BCA, tahun pajak 1999 dengan tersangka Hadi sudah hampir selesai penyidikan.

Tapi ternyata hakim tunggal mencari celah lain yakni tentang keabsahan penyidik dan penyelidikan, karena penyidikan adalah tindak lanjut penyelidikan. Hasilnya, hakim tunggal memutus penyelidikan tidak sah yang pada akhirnya penyidikan pun tidak sah.

“Kalau konstruksi berpikir begitu terus maka yang hadir di sini bisa dipraperadilkan,” katanya.

Yudi pun membeberkan alasan KPK kukuh mengusut kasus Hadi. Menurutnya, KPK mulai menginisiasi pengusutan keuangan negara yang potensinya jauh lebih besar dari APBN sendiri antara lain korupsi pada sektor perpajakan.

Alasan kedua, tujuan KPK yakni agar uang yang sebelumnya tidak masuk ke kas negara bisa kembali ke kas negara. Tapi upaya itu layu sebelum berkembang dan dipotong dari awal.

“Karena konsekuensinya besar maka potensi uang yang bisa diselematkan menjadi besar juga. Dalam kasus HP kan audit investigasi cuma Rp375 miliar, di penyidikan (ditemukan) Rp2,5 triliun. Itu kan banyak,” imbuhnya.

Dia menegaskan, pengusutan korupsi perpajakan dan juga sektor lain seperti energi jadi tantangan. KPK dilahirkan untuk menghadapi hal-hal besar seperti itu, bukan remeh temeh.

“Memang ada peristiwa pidana. Kalau pencegahan mencegah terjadi tindak pidana korupsi. Tapi ini tindak pidana sudah terjadi dalam konteks represif penindakan penyidikan,” tuturnya.

Jaksa yang memulai karirnya di bidang intelijen Kejaksaan Agung (Kejagung) ini menjelaskan, mekanisme penetapan tersangka yang membedakan KPK dengan penegak hukum lain bisa dilihat dari temuan bukti permulaan yang cukup. Dalam Pasal 44 UU KPK disebutkan bila dalam penyelidikan ditemukan dua alat bukti yang cukup maka KPK bisa menetapkan tersangka.

Sementara di lembaga penegak hukum lain sebuah kasus yang naik ke penyidikan belum tentu ada tersangka. Di lembaga penegak hukum lain cukup satu alat bukti maka satu kasus bisa ditingkatkan ke penyidikan. Selanjutnya baru ditindaklanjuti dengan menemukan dua alat bukti yang lain untuk penetapan tersangka.

“Dengan praperadilan HP jadi diporakporandakan. Ini jadi disocurse internal-eksternal kpk, ikuti pola sesuai UU KPK atau mengikuti KUHAP, sampai sekarang belum ada kesepakatan,” ucapnya.

Yudi menilai, praperadilan saat ini konstruksi berpikir hukumnya sudah sesat dan sudah bergeser dari yang namanya pengadilan.

Padahal perkara pidana yang dicari adalah kebenaran materiil, bukan kebenaran formil.

Sementara belum sampai pencarian kebenaran materiil sudah dipatahkan oleh kebenaran-kebenaran yang sifatnya prosedur. Padahal proses pidana seharusnya mengedepankan kebenaran yang sifatnya substansi atau substanstial justice. Tapi semua itu diamputasi di praraperadilan.

“Harus dicermati di tingkat daerah, teman-teman saya di Kejari daerah (menyampaikan) orang jadi bermain-main di praperadilan saja, enggak perlu substansi perkara.”

“Kalau praperadilan sudah berkembnag begitu, kajian ilmu hukum sudah sesat. Tapi itulah dinamika saat ini. Saya yakin media tidak tinggal diam dengan konstruksi berkembang seperti itu, agar sesuai hati nurani,” lanjutnya.

source: http://nasional.sindonews.com/read/1018249/13/ini-alasan-kpk-ngotot-tetap-usut-kasus-hadi-poernomo-1435590647

 

Semoga kasus korupsi pajak yang Bank BCA lakukan bisa benar-benar KPK bongkar, sehingga uang yang seharusnya masuk ke kas negara bisa kembali.

(Katanya) KPK Incar BCA dalam Kasus Hadi Poernomo, (Mana??)

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih terus mendalami kasus dugaan korupsi terkait dikabulkannya keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) kepada Direktorat Jenderal Pajak‎ yang saat itu dijabat Hadi Poernomo.

Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, menegaskan, pihaknya telah memiliki sejumlah bukti jika BCA diuntungkan dari skandal korupsi yang dilakukan Hadi Poernomo.

Forum ekspos internal KPK pun memutuskan telah terjadi dugaan tindak pidana korupsi atas keberatan pajak BCA yang dikabulkan Hadi.

“Dalam forum ekspose sebelumnya sudah diputuskan bahwa ada dugaan tipikor,” ujar Priharsa saat dikonfirmasi oleh wartawan, di Jakarta, Senin (25/52015).

Priharsa membenarkan, BCA bisa terjerat dari sisi korporasi‎. Terlebih, jika ditemukannya motif jahat dan adanya tindakan yang dilanggar.

KPK memastikan akan menindaklanjuti kasus tersebut, termasuk mengusut tuntas keterlibatan Bank BCA dalam kasus yang lebih dulu menjadikan Hadi sebagai tersangka. “Penyidikan masih terus dikembangkan dan didalami,” jelasnya.

Di tempat terpisah, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi menambahkan, pihaknya dapat menjerat BCA dari segi korporasi. Namun, Johan masih belum mau membeberkan lebih rinci apakah Bank BCA bakal dijerat dari korporasi.”Kalau bisa ya bisa, cuma sampai saat ini belum ada,” singkat Johan.

Pada Jumat 22 Mei 2015, bos Bank BCA Jahja Setiatmadja juga diperiksa oleh KPK. Pemanggilan yang kedua kalinya itu dilakukan oleh KPK karena diduga kuat, Jahja mengetahui rentetan skandal korupsi yang dilakukan Hadi.

Sejak penetapan mantan Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan ini sebagai tersangka korupsi persetujuan surat keberatan transaksi non-performasce loan (NPL), atau kredit macet sebesar Rp5,7 triliun diajukan BCA, KPK yakin bakal memeriksa sejumlah pihak termasuk bos BCA, Jahja Setiaatmadja.

KPK menjerat Hadi dengan dua pasal penyalahgunaan wewenang, yakni Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 UU 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Perbuatan melawan hukum dilakukan Hadi Poernomo yaitu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas SKPN PPH PT BCA Tbk tahun pajak 1999 diajukan pada 17 Juli 2003. Padahal saat itu bank lain juga mengajukan permohonan sama tapi semuanya ditolak.

Hadi selaku Dirjen Pajak 2002 sampai 2004 mengabulkan permohonan keberatan pajak BCA melalui nota dinas bernomor ND-192/PJ/2004/ pada 17 Juni 2004. Menurut Hadi, BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional sehingga koreksi Rp5,5 triliun itu dibatalkan. Akibat pembatalan tersebut, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA sebesar Rp375 miliar.

(fmi)

Sumber : http://news.okezone.com/read/2015/05/25/337/1155054/kpk-incar-bca-dalam-kasus-hadi-poernomo

Ingat!! Korupsi Pajak BCA, Berpartner dan Kini Mangkrak

Sudah lebih dari setahun lalu KPK mencurigai adanya dugaan gratifikasi dari petinggi Bank BCA terkait skandal korupsi pajak Bank BCA. KPK menyebutkan bahwa sangat memungkinkan apabila dalam kasus pajak BCA ada tindak penyuapan, sebab dalam kasus ini putusan Hadi Poernomo (Eks Dirjen Pajak yang sekarang telah KPK tetapkan sebagai tersangka) telah untungkan pihak BCA. Selain itu, kecurigaan KPK juga didasarkan pada temuan PPATK atas transaksi mencurigakan dari analisa keuangan Hadi Poernomo.

Kecurigaan KPK diawali dari hasil temuan PPATK atas transaksi mencurigakan di laporan hasil analisa keuangan Hadi Poernomo. Dari hasil temuan PPATK, KPK mulai membawa penyidikan kea rah dugaan gratifikasi dari petinggi BCA, diesbutkan bahwa Hadi telah terima jatah saham atas perusahaan kongsian Hadi Poernomo bersama salah satu petinggi BCA.

Jatah Saham yang diterima Hadi Poernomo ditengarai adalah bentuk “pelicin” saat Hadi masih menjabat sebagai dirjen pajak untuk meloloskan permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank BCA.

Lalu siapakah sosok petinggi BCA yang diduga terlibat dalam skandal pajak Bank BCA?

pengamat hukum Universitas Islam Indonesia, Muzakir juga menduga bahwa pada kasus pajak BCA ini adalah tindak korupsi berpatner. “Itu kan suap menyuap berpatner, KPK harusnya bijaksana, kasus itu penetapanya ada dua. Kalau dari pihak BCA nya belum, itu harus segara dilakukan karena dikawatirkan bisa lenyap,”

Referensi :

  1. http://www.rmol.co/read/2014/10/18/176249/KPK-Terus-Pertajam-Dugaan-Gratifikasi-BCA-ke-Eks-Dirjen-Pajak-
  2. http://skalanews.com/berita/detail/174896/KPK-Temukan-Indikasi-Gratifikasi-dari-BCA-ke-Hadi-Poernomo

Indikasi RI Kepunyaan BCA

Mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 2002-2004. Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, Hadi dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. Ketika itu, BCA mengajukan keberatan pajak atas non-performance loan yang nilainya Rp 5,7 triliun. Hadi diduga menyalahi prosedur dengan menerima surat permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Atas perbuatan tersebut, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp 375 miliar yang terus berkembang hingga pada penghitungan terakhir Negara merugi sebesar Rp 2 T, angka tersebut didapat dari potensi penerimaan dan denda pajak Bank BCA.

Dalam kasus ini BCA diuntungkan oleh putusan Hadi Poernomo yang kala itu memuluskan permohonan keberatan pajak Bank BCA. Fakta tersebut menjadi dasar bagi KPK untuk mengusut keterlibatan pihak BCA dalam dugaan gratifikasi yang diberikan untuk Hadi berkat jasanya muluskan permohonan keberatan pajak Bank BCA.

Atas dasar kecurigaan tersebut, KPK kemudian mendalami harta kekayaan Hadi Poernomo melalui LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Menurut LHKPN Hadi yang diakses dalam laman acch.kpk.go.id, mantan Direktur Jenderal Pajak ini memiliki banyak lahan dan bangunan yang tersebar di sejumlah tempat. Bahkan, Hadi memiliki lahan seluas 60 x 160 meter persegi di Los Angeles, Amerika Serikat. Selain harta berupa lahan dan bangunan, Hadi tercatat memiliki harta bergerak berupa logam mulia, batu mulia, barang seni, dan barang antik yang nilainya sekitar Rp 1,5 miliar pada LHKPN 2010. Lalu, ada pula kepemilikan giro dan setara kas sekitar Rp 293 juta.

Selain adanya harta kekayaan yang tercata di LHKPN, KPK juga sempat menemukan transaksi lain yang mencurigakan. Dalam laporan tersebut KPK berhasil mendapati fakta bahwa laporan harta kekayaan Hadi meningkat secara tidak wajar, padahal Hadi tak melaporkan satu pun kepemilikan kendaraan dalam LHKPN 2010. Dia pun tak melaporkan punya usaha seperti perkebunan, peternakan, perikanan, pertanian, pertambangan, atau usaha lainnya.

Dengan gagalnya KPK dalam praperadilan Hadi beberapa waktu lalu, tentu KPK tak bisa melanjutkan penyidikan untuk mengungkap dugaan gratifikasi dari pihak BCA. Seluruh kecurigaan KPK yang didapat dari LHKPN Hadi Poernomo yang meningkat secara tidak wajar juga sia-sia. Lebih parahnya lagi, pintu gerbang terhadap pengusutan kasus BLBI atas Bank BCA pun juga tidak bisa dilanjutkan. Hukum seolah-olah tidak berdaya menghadapi taipan-taipan yang biasa kita sebut sebagai “klan para naga”. Atau lebih tepatnya Negara dimiliki oleh “para naga”.

Referensi :

  1. http://nasional.kompas.com/read/2014…di.Los.Angeles
  2. http://www.republika.co.id/berita/na…racht-terancam
  3. http://ekonomi.metrotvnews.com/read/…p5-000-triliun

Jokowi Jangan Lemahkan KPK yang Baru

Setahun Jokowi menjabat sebagai presiden RI terasa perbedaan yang sangat signifikan terutama di sektor hukum khususnya pada upaya pemberantasan korupsi. Terlihat pada lambatnya penanganan Jokowi pada saat kisruh KPK – Polri awal tahun ini. Kisruh KPK – Polri yang akibatkan Abraham Samad harus di non aktifkan dan kemudian digantikan oleh Taufiequrrachman Ruki.

Sejak terjadi kisruh KPK Polri, banyak tersangka kasus korupsi ikut-ikutan intervensi KPK melalui sidang praperadilan. Dan, Ruki yang ditugaskan untuk mengambil alih peran Ketua KPK tak kuasa membendung badai praperadilan dari beberapa tersangka kasus korupsi.

Hadi Poernomo adalah salah satu dari sekian tersangka yang intervensi upaya pemberantasan kasus korupsi. Hadi yang sebelumnya Abraham Samad tersangkakan terkait keterlibatannya di kasuskorupsi pajak bank BCA sukses jegal KPK melalui upaya praperadilan.

Akibatnya, pengusutan kasus korupsi pajak Bank BCA menjadi terhenti. KPK yang sedang akan perluas ranah penyidikan ke dugaan keterlibatan petinggi Bank BCA yang iming-imingi Hadi sengan sejumlah suap jadi tak dapat dilanjutkan. Alhasil, Hadi bebas, Bank BCA tak perlu membayarkan pajak yang sudah dikorupsi sebelumnya.

Menjelang bulan Desember 2015, bulan dimana pimpinan KPK yang baru akan diputus, saya harap Jokowi tidak lemahkan KPK lagi. Sebab keputusan Jokowi tunjuk Ruki rupanya justru membuat KPK tak berdaya menghadang intervensi-intervensi yang ada. Kedekatan Jokowi dengan pemilik saham Bank BCA(Anthonny Salim) juga saya harap tidak mengganggu jalannya pengusutan kasus korusp pajak Bank BCA oleh KPK dibawah Pemimpin yang baru.