“Hoaks”: Kasus Korupsi Pajak BCA Akan Diselesaikan Usai Lebaran

Mengingat kasus korupsi pajak BCA, pemerintahhanya mengumbar janji saja akan ditelusuri pasca lebaran kemarin. Namun hingga kini tak ada lagi laju perkembangannya. Kasus korupsi pajak BCA yang sudah 2 tahun lebih tak juga selesai. Entah apa yang menjadi penghambatnya, pemerintah ini masih saja mementingkan urusan-urusan lain, padahal kasus korupsi pajak BCA ini bisa jadi merupakan kunci untuk menuntaskan kasus BLBI juga.

Sebelumnya, kasus korupsi pajak BCA ini berawal dari pengajuan keberatan pajak BCA atas kredit bermasalah atau yang dikenal sebagai non performance loan. BCA mengajukan keberatan pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. Kemudian, Direktur PPh menelaah pengajuan tersebut yang hasilnya ditolak. Hasil tersebut, segera di kirim kepada Hadi Poernomo yang saat itu menjabat sebagai Dirjen Pajak.

Akan tetapi, sehari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak, Hadi Poernomo melalui nota dinasnya memberitahukan kepada Direktur PPh untuk mengubah hasil penelaahnya yang sebelumnya ditolak menjadi diterima sepenuhnya. Hal ini, membuat Direktur PPh tidak dapat menelaah kembali mengingat waktu dan jatuh tempo pembayaran semakin dateline.

Hal tersebut justru menimbulkan kecurigaan KPK. Mengapa? Hadi Poernomo mengirim nota dinasnya sehari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak. Kemudian, bank-bank lain yang memiliki kasus yang sama justru ditolak. Namun, BCA sendiri sangat eksklusif keberatan pajaknya diterima sepenuhnya.

Setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut. Benar saja, Hadi Poernomo terlibat dalam kasus korupsi pajak BCA. Kasus korupsi pajak BCA ini merugikan negara sekitar Rp. 375 M. kemudian, Hadi Poernomo dijerat dengan pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang tindakan pidana korupsi.

Namun,bagaimana kelanjutannya? KPK hingga kini tak mampu menyelesaikan semua itu. Hingga akhirnya KPK menyerahkan kepada Mahkamah Agung sebagai lembaga hukum tertinggi di Indonesia ini. Namun semua itu, justru tidak membuahkan hasil dalam penanganan kasus korupsi pajak BCA. hal ini, justru membuat KPK menjadi mengalami kebuntuan. Pasalnya, MA menolak PK yang diajukan KPK saat itu.

KPK justru tidak ingin kasus korupsi pajak BCA mengambang begitu saja. KPK sangat yakin bahwa kasus korupsi pajak BCA ini harus tetap diselesaikan mengingat adanya tindakan korupsi yang merugikan negara. Hal ini membuat KPK tak tinggal diam saja, KPK segera mencari opsi untuk segera menangani kasus ini yaitu dengan dikeluarkannya Sprindik baru. Sprindik merupakan Surat Perintah Penyidikan. Ini dikeluarkan untuk kembali menentukan tersangka dari dalang semua ini.

Dengan begitu, mudah-mudahan kasus korupsi pajak BCA ini bisa selesai sesegera mungkin. Mengingat sudah dua tahun lebih kasus korupsi pajak BCA tak juga selesai. Pemerintah seharusnya tetap menangani kasus korupsi pajak BCA ini, jangan menjadikan omongan belaka saja akan menyelesaikan usai lebaran, akan tetapi hingga kini belum selesai.

Sumber:

http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=8&date=2016-07-02

http://www.jawapos.com/read/2016/06/28/36825/pk-ditolak-ma-kpk-buka-peluang-terbitkan-sprindik-baru-hadi-poernomo

http://www.suaranews.com/2016/06/pk-ditolak-kpk-atur-siasat-baru-untuk.html

Kapan Kasus Korupsi Pajak BCA Akan Selesai?

Kasus korupsi BCA hingga kini semakin membingungkan saja, bagaimana tindakan pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut? Apa yang menjadikan kendala pemerintah untuk menyelesaikan kasus korupsi pajak BCA tersebut? Mungkin penulis akan memberikan sedikit ulasan aga pembaca dapat memahami kasus korupsi pajak BCA tersebut sehingga dapat mengetahui dan memberikan sedikit masukan dalam penyelesaian kasus tersebut.

Bermula dari pengajuan keberatan pajak atas nama Bank BCA yang diajukan kepada DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Namun pengajuan tersebut ditolak oleh Direktur PPh. Hasil penelaahan tersebut dikirim untuk segera diketahui kepada Dirjen Pajak yang saat itu dipimpin oleh Hadi Poernomo. Namun, sehari sebelum jatuh tempo pembayaran pajak tersebut, Hadi Poernomo mengirim nota dinas kepada Direktur PPh untuk mengubah keputusan yang sebelumnya ditolak menjadi diterima sepenuhnya.

Hal itu dicurigai KPK karena terdapat keganjalan yaitu pengiriman nota dinas sehari sebelum jatuh tempo dan kasus yang sama yang dialami bank lain justru ditolak keberatan pajaknya. Hal ini akhirnya diketahui dengan adanya tindakan kasus korupsi yang dilakukan Hadi Poernomo. Pasalnya, ditemukan kerugian negara dari pembayaran pajak tersebut sekitar Rp. 375 M. Hal ini membuat Hadi Poernomo dijerat pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang kasus tindakan korupsi.

Namun, Hadi Poernomo tak tinggal diam saja dengan adanya keputusan tersebut. Akhirnya, Pengadilan justru membebaskan Hadi Poernomo menjadi tahanan rumah. Pengadilan mengambil putusan ultra petita untuk kasus yang menjerat Hadi Poernomo. Akan tetapi, KPK merasakan hal ini tidak adil. Sehingga Jaksa dari KPK mengajukan PK atau yang dikenal sebagai Peninjauan Kembali. Namun, semenjak pengajuan PK tersebut kasus korupsi pajak BCA mengambang jadinya.

Hingga akhirnya, kasus korupsi pajak BCA tersebut diserahkan ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan penyelesaiannya. Mahkamah Agung setelah melakukan penelitian akhirnya memutuskan PK yang diajukan oleh jaksa dari KPK tersebut ditolak. Mahkamah Agung tidak dapat menerima PK yang diajukan tersebut karena jaksa tidak boleh mengajukan PK berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 33/PUU-XIV/2016 mengenai uji materi Pasal 263 (1) UU 8/1981 tentang KUHAP.

Hal ini membuat KPK tak tinggal diam begitu saja, saat ini KPK masih saja mendiskusikan tentang opsi lain yaitu dengan diterbitkannya Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) baru untuk segera menuntaskan kasus korupsi pajak BCA tersebut. Namun, belum saja dilakukan mengingat surat putusan penolakan PK tersebut belum sampai ke KPK. Makanya opsi tersebut masih saja didiskusikan di internal pihak.

Lalu, akan dibawa kemana lagi kasus korupsi pajak BCA ini yang tak selesai justru mengambang. Jelas-jelas dalam kasus tersebut terlihat adanya tindakan korupsi mengingat kerugian negara sebesar Rp. 375 M. Meskipun adanya putusan MA tersebut yang berkaca dari MK sehingga menghambat penanganan kasus korupsi pajak BCA tersebut, ya seharusnya tetap diselesaikan.

Sumber:

http://www.jpnn.com/read/2016/06/28/449845/KPK-Pertimbangkan-Keluarkan-Sprindik-Baru-Jerat-Mantan-Dirjen-Pajak-Ini-

https://pemeriksaanpajak.com/2016/06/29/terkait-hadi-poernomo-ma-tolak-permohonan-pk-yang-diajukan-kpk/

http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=8&date=2016-07-02

Kasus Korupsi Pajak BCA Harus Selesai Dengan Adil

Sampai kapankah kasus korupsi pajak Bank BCA akan selesai? Mengingat kasus tersebut yang hingga kini semakin tenggelam, sebaiknya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus professional dalam menuntaskan kasus tersebut yang melibatkan Hadi Poernomo. Hingga kini, tidak ada lagi perkembangan baru lagi mengenai pengusutan kasus ini pasca diserahkan ke MA (Mahkamah Agung).

Taslim Chaniago yang merupakan anggota Komisi III DPR RI mengatakan bahwa pengusutan kasus korupsi pajak BCA bertujuan agar masyarakat publik dapat mengetahui bagaimana kedudukan perkara kasus ini sebenarnya.

“Tujuannya agar publik mengetahui bagaimana duduk perkara kasus ini sebenarnya.” Ujar Taslim dalam pesan singkat elektroniknya.

Kasus korupsi pajak Bank BCA yang hingga kini semakin melarut diharapkan agar segera selesai sesegera mungkin. Mengingat kasus tersebut yang masih saja mandek di Mahkamah Agung hingga kini untuk dipelajari. Kasus yang melibatkan Hadi Poernomo mantan ketua BPK ini dapat berlangsung lama. Mengapa? Karena tidak adanya keinginan dari KPK sendiri untuk menuntaskan kasus tersebut. Terlebih pasca hakim memutuskan Peninjauan Kembali kasus tersebut membuat KPK menjadi bungkam.

Pasca Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pajak Bank BCA tersebut dua tahun yang lalu, hingga kini saja tidak ada perkembangan lagi setelah kasus tersebut diserahkan ke MA. Namun, berbeda dengan kasus tangkap tangan lainnyam penanganan kasus-kasus korupsi anggaran penyidik KPK kerap lama merampungkan berkas perkara.

Masyarakat publik hanya berharap saja kasus tersebut segera selesai dan di tindak seadil-adilnya. Mengingat negara kita merupakan negara yang patuh akan hukum. Selain itu juga, berharap tidak adanya kecemburuan social seperti kasus-kasus sebelumnya. Kasus besar seperti korupsi-korupsi sebelumnya di vonis hukum sebentar saja kurang dari 5 tahun, namun kasus kecil seperti seorang nenek mencuri kayu untuk kebutuhan hidupnya di vonis hingga 10 tahun penjara.

Sumber:

http://www.kabarsatu.co/archives/3098

http://www.wavienews.com/2015/09/berhasilkah-kpk-bongkar-kasus-pajak-bca.html

Lembaga Penegak Hukum Harus Bersatu Menangani Kasus Korupsi Pajak BCA

Tak adanya berita dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) hingga saat ini akhir penyelesaian kasus korupsi pajak BCA menjadikan peluang bagi beberapa lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Mahfud MD selaku mantan ketua MK (Mahkamah Konstitusi) yakin kepolisian dan kejaksaan bisa mengambil alih peran KPK. Beliau menilai saat ini merupakan waktu yang tepat bagi kepolisian dan kejaksaan dapat melaksanakan peran KPK. KPK yang kini kian melemah, Kepolisian dan Kejaksaan mempunyai kesempatan untuk bisa bekerja lebih baik lagi.

KPK saat ini mendapat pukulan sekali karena tidak mampu untuk menyelesaian kasus korupsi pajak BCA. selain itu, sejumlah tersangka kasus korupsi juga mengikuti jejak Budi Gunawan yang mengajukan praperadilan salah satunya kasus korupsi pajak BCA ini yang melibatkan Hadi Poernomo.

Kasus korupsi pajak BCA yang hingga kini berusia lebih dari dua tahun penanganan kasusnya oleh KPK tak kunjung selesai. Meskipun sudah 2 tahun KPK menangani kasus ini, KPK minim sekali dalam soal perkembangan penyidikan. Apalagi saat ini, kasus korupsi pajak BCA sudah diserahkan kepada MA (Mahkamah Agung). Oleh karena itu, walaupun masih mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat namun tidak dapat dipungkiri bahwa kepercayaan masyarakat terhadap KPK semakin berkurang, terlebih lagi didukung dengan santernya kabar KPK kerap kali politisi kasus korupsi.

Kasus korupsi pajak BCA yang berawal pada tahun 2002, Hadi Poernomo sedang memeriksa laporan pajak Bank BCA tahun 1999. Hasilnya, Bank BCA membukukan laba fiscal Rp. 174 M. namun DJP (Direktorat Jenderal Pajak) menemukan hal lain yaitu keuntungan laba fiscal Bank BCA tahun 1999 mencapai Rp. 6,78 T. besarnya nominal tersebut merupakan transaksi pengalihan aset kredit bermasalah Bank BCA ke BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sebesar Rp. 5,7 T.

Kemudian, Bank BCA mengajukan keberatan pajak kepada Direktorat PPh (Pajak Penghasilan) atas pengenaan pajak sebesar Rp. 375 M pada kredit macet sebesar Rp. 5,7 T. Setelah dikaji, Direktur PPh memutuskan hasil telaahnya itu bahwa permohonan wajib pajak Bank BCA ditolak. Namun, Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak memerintahkan kepada Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan agar menerima seluruh keberatan wajib pajak Bank BCA. dengan keputusan tersebut Bank BCA sangat diuntungkan karena tidak perlu membayar pajaknya namun negara dirugikan.

Dengan keganjalan tersebut, KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam permohonan pajak Bank BCA. beliau melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Apabila melihat kasus tersebut, maka lembaga manapun yang menangani hasilnya akan tetap sama saja. Mengingat kuatnya pengaruh Bank BCA dan kekuatan moneternya. Namun, hal ini tentu bukan akhir dari penanganan kasus pajak Bank BCA. Kasus pajak Bank BCA dapat diselesaikan apabila ada sinkronisasi dari KPK, Polri dan Kejaksaan mau bekerjasama. Terlebih MA yang sekarang sedang mempelajari kasus ini mampu memberikan keputusannya. Apabila koruptor di kasus pajak Bank BCA saja bersatu untuk lolos dari jerat hukum, maka sebaiknya para penegak hukum manampun juga harus bersatu memberantas korupsi.

Sumber:

http://news.liputan6.com/read/2039939/kronologi-eks-ketua-bpk-hadi-poernomo-jadi-tersangka-korupsi

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/611882-mahfud–polisi-dan-kejaksaan-bisa-ambil-alih-peran-kpk

http://www.rmol.co/read/2014/10/18/176249/KPK-Terus-Pertajam-Dugaan-Gratifikasi-BCA-ke-Eks-Dirjen-Pajak-

Kasus Korupsi Pajak BCA Menggantung di MA?

Masih ingatkah dengan berita korupsi pajak PT Bank BCA yang hingga kini tak kunjung tuntas? Menyimak berita yang ada, penulis disini tertarik dengan adanya penyerahan kasus tersebut kepada MA (Mahkamah Agung) untuk menemukan benang merahnya. Namun apa yang terjadi ketika Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan MA (Perma)? Akankah tuntas kasus korupsi pajak PT Bank BCA tersebut yang merupakan kunci usut mega kasus BLBI(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia)?

Berawal dari kasus korupsi pajak PT Bank BCA tersangka Hadi Poernomo yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak bertanggung jawab atas penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank BCA. Kasus yang berawal ketika PT Bank BCA mengajukan surat keterangan keberatan pajak transaksi non-performance loan kepada  DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Pihak DJP menolak permohonan keberatan pajak bak tersebut. Akan tetapi, sehari sebelum jatuh tempo, Hadi Poernomo melalui nota dinasnya mengubah keputusan dengan menerima keberatan pajak sepenuhnya.

Lalu apa yang terjadi? Hadi Poernomo tidak terima ditetapkannya sebagai tersangka. Kemudian beliau mengajukan praperadilan. Dalam prosesnya, Hadi Poernomo memenangkan gugatan tersebut. Akan tetapi KPK mengajukan langkah hukum ke tingkat PK (Peninjauan Kembali). Namun, hasilnya hingga sekarang nihil.

Kemudian, karena mengalami kebuntuan akhirnya kasus korupsi pajak PT Bank BCA Hadi Poernomo tersebut semuanya diserahkan ke MA saja untuk menemukan keputusan akhir yang bijak. Namun, tidak lama ini, MA justru dengan menanggapi kasus tersebut mengeluarkan Perma (Peraturan MA) No. 4/2016 yang berisi bahwa MA melarang pengajuan permohonan peninjauan kembali putusan praperadilan. Peraturan tersebut mulai berlaku sejak 18 April 2016.

Secara tidak langsung, peraturan tersebut membuat praperadilan tidak bisa diajukan ke tingkat kasasi maupun Banding. Akan tetapi, alasan MA dengan diterbitkannya peraturan tersebut untuk menghindari kesimpangsiuran dan memberi kepastian hukum kepada para pencari keadilan. Karena sebelumnya, penuntasan perkara cenderung lambat lantaran pihak yang bertikai masih saja berkutat di sidang praperadilan.

Namun bagaimana dengan kasus Hadi Poernomo? Dengan adanya peraturan tersebut, KPK menganggap peraturan tersebut membuat status pengajuan PK lembaga antikorupsi itu mengambang. Karena hingga saat ini KPK masih memiliki perkara terkait PK di MA yaitu kasus korupsi pajak PT Bank BCA yang melibatkan mantan ketua BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Hadi Poernomo.

KPK menyatakan hingga saat ini belum mendapatkan perkembangan soal pengajuan peninjauan kembali kasus permohonan wajib pajak PT Bank BCA. Kasus ini masih berproses di Mahkamah Agung.

Lalu bagaimanakah putusan hasil akhir dari kasus korupsi PT Bank BCA yang melibati Hadi Poernomo? Akankah tetap mengambang saja di MA yang justru sangat diharapkan masyarakat mendapatkan putusan akhir. Karena MA merupakan institusi tertinggi yang menangani hukum. Ataukah akan menemukan hasil akhir?

Sumber:

http://www.klinikpajak.co.id/berita+detail/?id=berita+pajak+-+kasus+keberatan+pajak+bca%3A+peninjauan+kembali+kpk+mengambang+di+ma

http://kabar24.bisnis.com/read/20160606/16/554751/kasus-keberatan-pajak-bca-peninjauan-kembali-kpk-mengambang-di-ma

http://kabar24.bisnis.com/read/20160605/16/554573/polemik-praperadilan-peraturan-ma-dinilai-hak-masyarakat-sipil

Korupsi Pajak BCA: Negara Rugi Rp. 2T, KPK masih Mengabaikan

Pasca diputuskannya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Hadi Poernomo sebagai tersangka, KPK menaksir kerugian negara yang timbul akibat dikabulkannya keberatan pajak PT Bank Central Asia oleh Direktur Jenderal Pajak mencapai Rp. 2 T. Uang tersebut diduga amblas berdasarkan perhitungan Inspektorat Bidang Investigasi Kementerian Keuangan hanya Rp. 375 M. Sejauh proses penyidikan selama ini, apakah ada penambahan dari perhitungan dugaan kerugian negara? Pertanyaan tersebut di jawan oleh penyidik KPK, Ariawan Agus, saat bersaksi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Se;atan. “Ada perkembangan yang sangat signifikan, ada sekitar Rp. 2 Triliun,” Ujarnya.

Ariawan mengatakan bahwa proses penghitungan kerugian negara masih dilakukan oleh BPKP ( Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan). Penanganan kasus Hadi Poernomo di tingkat penyidikan juga hamper rampung. Penyidik telah memeriksa 84 saksi dan 4 ahli.

“Kami sudah berkoordinasi dengan BPKP dan sudah menyampaikan permintaan perhitungan kerugian negara,” ujar Ariawan. Nilai kerugian negara dalam kasus Hadi melambung karena KPK juga menghitung bunga pajak yang tak dibayar hingga sekarang.

Pasca persidangan saat itu, Hadi Poernomo membantah keputusannya mengabulkan permohonan pajak itu merugikan keuangan negara. Dia mengklaim keputusannya justru menguntungkan negara. Hadi Poernomo menggugat penetapannya sebagai tersangka dalam kasus permohonan keberatan pajak BCA. Saat itu, Hadi Poernomo menjabat Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan selaku Direktur Jenderal Pajak periode 2002-2004, Hadi Poernomo diduga menyalahgunakan wewenang dengan mengabulkan keberatan PT Bank BCA.

Kasus yang berawal ketika PT Bank BCA mengajukan permohonan Pajak Penghasilan melakukan telaah yang hasilnya mengusulkan Direktur Jenderal Pajak menolak permohonan keberatan pajak PT Bank BCA itu. Namun, Hadi Poernomo justru memutuskan sebaliknya. Sehingga beliau diduga menyalahi wewenang terkait surat permohonan keberatan pajak PT Bank BCA tersebut.

Hadi Poernomo melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat ke-1 KUHP.

Namun, Apa yang terjadi hingga saat ini? Berawal dari diputuskannya Hadi Poernomo sebagai Tersangka, kemudian ditingkatkannya dari penyelidikan ke penyidikan, hingga negarapun mengalami kerugian mencapai Rp 2 Triliun tersebut, Hadi Poernomo sementara dibebaskan menjadi tahanan rumah karena KPK akan melakukan penyidikan kembali. Tetapi setelah 2 tahun lebih ini, KPK tak menemukan hasil sama sekali, kasus Hadi Poernomo atas kasus pajak PT Bank BCA tersebut diabaikan sama sekali.

Kita sebagai masyarakat awam melihat kasus tersebut cukup besar sekali, tetapi pemerintah mengabaikannya. Kasus kecil seperti pencurian kayu sangat detail untuk diselesaikan tetapi kasus yang besar yang tentunya merugikan negara justru diabaikan, Hukum macam apa seperti ini?

Sumber:

http://nasional.kompas.com/read/2014/04/21/1929221/Ini.Detail.Kasus.Dugaan.Korupsi.Pajak.yang.Menjerat.Hadi.Poernomo

https://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/24/063668884/kasus-hadi-poernomo-negara-rugi-rp-2-triliun

http://news.liputan6.com/read/2226012/mantan-dirjen-pajak-hadi-poernomo-kembali-diperiksa-kpk

Mengupas Dari BLBI Hingga Korupsi Pajak BCA

Berawal terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, Bank BCA mengalami kerugian fiscal sebesar Rp. 29,2 T. berdasarkan UU No 7/1983 tentang Pajak Penghasilan, Keputusan Menteri Keuangan No 117/1999 dan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No 31/1999, Bank BCA dapat menggunakan kerugian fiscal tersebut sebagai kerugian yang dikompensasikan dengan penghasilan atau yang lebih dikenal tax loss carry forward mulai tahun pajak berikutnya hingga 5 tahun ke depan.

Kemudian pada tahun 1999, Bank BCA melaporkan laba fiskal saat itu tercatat Rp. 174 M. Akan tetapi pemeriksaan pajak yang dilakukan Ditjen Pajak (DJP) pada tahun 2002 dalam mengoreksi laba fiskal Bank BCA tersebut menjadi Rp. 6,78 T. Menurut Sunarsip, dalam koreksi laba fiskal tersebut terdapat Rp. 5,77 T yang oleh Bank BCA disebutkan sebagai asset NPL yang dialihkan kepada BPPN melalui transaksi jual beli. Pihak Bank BCA sendiri berpendapat, karena asset NPL berada di tangan BPPN, maka segala hak yang timbul dari asset NPL tersebut mestinya menjadi kewengan BPPN.

Namun pada tahun 2003, terdapat agunan yang berhasil ditagih sebesar Rp. 3,29 T sehingga seluruh hasil penjualan menjadi milik BPPN. Menurut Bank BCA, karena hasil recovery asset tersebut masuk ke BPPN, maka seharusnya tidak ada PPh yang harus dibayar oleh Bank BCA. Tetapi setelah dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa pajak DJP pendapatnya justru berbeda. Pihak DJP berpendapat transaksi asset sebesar Rp. 5,77 T tersebut dianggap sebagai penghapusan piutang macet. Sehingga hasil dari recovery asset seharusnya dicatatkan sebagai penghasilan. Karenanya pihak DJP menganggap Bank BCA masih memiliki hutang pajak.

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, DJP mengirimkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada Bank BCA. Namun, respon dari Bank BCA ialah mengajukan keberatan kepada DJP atas koreksi laba fiskal tersebut. Disamping itu, terlihat keanehan juga ketika Hadi Poernomo sebagai Dirjen Pajak ketika itu menerima seluruh keberatan pajak yang diajukan Bank BCA. Sedangkan untuk keberatan pajak Bank lain ditolak padahal memiliki permasalahan yang sama dengan Bank BCA. Fakta tersebutlah yang dicurigai apakah pihak Bank BCA terlibat dengan memberikan sedikit uang ‘pelicin’ untuk meminta Hadi Poernomo agar meloloskan permohonan pajaknya.

Kemudian, Hadi Poernomo dipanggil KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk segera diperiksa. Alhasil, Hadi Poernomo diputuskan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohon pajak yang diajukan Bank BCA. Lalu Abraham Samad dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan Jakarta mengatakan “sehubungan ditingkatkannya kasus penyelidikan ke penyidikan, kasus yang akan kami sampaikan duduk perkaranya adalah kasus yang melibatkan mantan Dirjen Pajak, Ketua BPK, Hadi Poernomo”. Hadi Poernomo diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang terkait permohonan keberatan pajak Bank BCA selaku wajib pajak pada 2003. Hadi Poernomo terjerat melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Namun apa yang terjadi setelah itu? Setahun pasca keputusan peningkatan kasus dari penyelidikan menjadi penyidikan terdapat putusan hakim praperadilan yaitu putusan ultra peltita yang membebaskan Hadi Poernomo. Namun, pasca putusan ultra petita tersebut tidak ada kejelasan lagi untuk mengusut kasus tersebut hingga saat ini.
Sumber:

http://www.banglaban.com/2016/04/kpk-tetapkan-ketua-bpk-hadi-purnomo.html

http://www.hatree.me/2016/04/mantan-ketua-bpk-pernah-jadi-tersangka.html

https://ihatemycountry.wordpress.com/tag/kronologis-kasus-blbi/

http://www.teropongsenayan.com/9255-kasus-bca-di-tengah-pusaran-polemik

Korupsi Pajak BCA, Apa Kabar?

Berbicara mengenai korupsi pajak BCA yang semakin hari semakin hangat dibicarakan, penulis semakin tertarik untuk membahas dan mengikuti permasalahan tersebut. Ada hal yang menarik untuk di bahas selanjutnya berita tentang KPK yang masih ingin mengusut kasus pajak BCA. Apakah benar dengan adanya niatan tersebut?

Berawal dari Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK yang bernama Priharsa Nugraha. Beliau menyebutkan bahwa pihaknya masih meyakini ada dugaan tindak pidana korupsi dalam keberatan wajib pajak BCA yang menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka yang merupakan mantan Dirjen Pajak pada saat itu. Priharsa Nugraha meyakini Hadi Poernomo sebagai tersangka karena memiliki alat bukti yang dimiliki cukup jelas untuk membawa mantan Dirjen Pajak tersebut. Alat bukti tersebut salah satunya ialah nota dinas yang dibuat Hadi Poernomo kepada direktur Pph untuk menerima keberatan pajak Bank BCA.

Sebelumnya, kasus pajak BCA berawal dari Bank BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi non performance loan (kredit bermasalah) sekitar 17 Juli 2003. Nilai transaksi yang bermasalah tersebut sebesar Rp. 5,7 T. Setelah melakukan kajian, pada tanggal 13 Maret 2004 Direktorat PPh menerbitkan surat yang berisi hasil telaah mereka atas keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA. Surat tersebut berisi bahwa pengajuan keberatan pajak BCA tersebut ditolak. Tetapi pada tanggal 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak justru memerintahkan Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan bahwa keberatan pajak yang diajukan PT Bank BCA tersebut diterima seluruhnya melalui nota dinasnya.

Di hari yang sama tersebut, Hadi Poernomo diduga langsung mengeluarkan surat keputusan ketetapan wajib pajak nihil yang isinya menerima seluruh keberatan BCA selaku wajib pajak. Sehingga tidak ada lagi waktu bagi Direktorat PPh untuk memberikan tanggapan yang berbeda atas putusan Dirjen Pajak Tersebut.

Kemudian, Hadi Poernomo dijerat KPK dengan Pasal 2 Ayat (1) dana tau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP oleh KPK.

Tetapi semua itu terganjal dengan adanya putusan hakim praperadilan yang putusannya melebihi apa yang diminta oleh pemohon di dalam permohonannya (Hadi Poernomo) atau yang dikenal dengan istilah putusan ultra petita. Sehingga itu membuat KPK untuk mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan praperadilan yang membebaskan Hadi Poernomo.

Dengan adanya berita tersebut, apakah KPK masih ingin usut kasus korupsi pajak BCA? Hingga kini KPK tidak ada kejelasan untuk mengusut kasus tersebut. Sudah dua tahun lebih tidak ditemukan progress untuk menyelesaikan masalah tersebut. Janji hanyalah janji akan membongkar korupsi pajak Bank BCA yang hingga kini tak ditemukan benang merahnya.

Sumber:

http://skalanews.com/detail/korupsi/251726-KPK-Masih-Ingin-Usut-Kasus-Korupsi-Pajak-BCA

http://nasional.kompas.com/read/2014/04/21/1929221/Ini.Detail.Kasus.Dugaan.Korupsi.Pajak.yang.Menjerat.Hadi.Poernomo

http://www.kpk.go.id/id/berita/berita-sub/2697-ada-bukti-bca-diuntungkan-hadi-purnomo

Revolusi Mental = Momentum Ampuni Koruptor Pajak BCA

Baru-baru ini Masyarakat dunia digemparkan dengan bocornya dokumen Firma Hukum Mossack Fonseca di Panama, yang ternyata banyak kliennya adalah tokoh besar di dunia. Bocoran dokumen tersebut kini dikenal sebagai The Panama Papers dan dipublikasikan secara serentak oleh 100 media di seluruh dunia. Dokumen yang di keluarkan oleh ICIJ (The International Consortium of Investigative Journalists) dipublish berdasarkan laporan yang pertama kali didapat oleh sebuah koran dari Jerman, SüddeutscheZeitung. Dalam dokumen tersebut ternyata juga terdapat 800 nama pengusaha  dari Indonesia. Mereka masuk dalam daftar itu karena pernah menyewa Mossack Fonseca untuk mendirikan perusahaan di yuridiksi bebas pajak di luar negeri (offshore).

Baca       :               https://investigasi.tempo.co/panama/

Momentum Mengampuni Koruptor Pajak

Namun yang menjadi perhatian saya adalah reaksi yang ada di Pemerintahan kita, Endonesa. Munculnya dokumen The Panama Paper justru dijadikan momentum oleh Pemerintah untuk mewujudkan RUU Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) di Indonesia. Hal ini karena dinyatakan ada sekitar Rp. 11.450 Triliun dana para pengempang pajak di Luar Negeri. Dana yang (memang) besar ini dianggap sebagai jalan terbaik penyegaran ekonomi negara (suntikan dana). Inilah salah satu mental Endonesa, revolusioner ketika melihat uang, Mental Mata Ijo orang Endonesa menyebutnya.

Baca      :               http://www.beritasatu.com/makro/358464-lewat-tax-amnesty-rp-11450-triliun-dana-di-luar-negeri-bisa-direpatriasi.html

Sementara dibanyak dunia lain bereaksi berbeda. Ketika muncul Dokumen ini mereka menelaah terlebih dahulu atau memilih untuk menginvestigasi kebenaran data. Selain itu para tokoh yang namanya tercantum dalam daftar Hitam di Dokumen Panama tersebut berani keluar dan memberikan konfirmasi. Ibarat Blessing in disuise, bagai kebetulan yang terlalu kebetulan, para elit negeri ini langsung bersuara kencang untuk mempercapat pengesahan RUU Pengampunan (Dosa Koruptor) Pajak.

RUU Pengampunan (Dosa Koruptor) Pajak

Baca       :               http://pengampunanpajak.com/2015/11/03/draft-ruu-pengampunan-nasional/

Kebetulan yang terlalu kebetulan ini benar-benar dimanfaatkan oleh para Pengemplang Pajak. Mau tahu kenapa? Artinya kita harus telisik dulu RUU Pengampunan Pajak ini (ilmiah). Telisik punya telisik RUU ini tidak serta merta muncul. Tahun lalu RUU ini sudah melalui pembahasan di DPR, namun menuai banyak kecaman. Hal ini karena banyak pasal yang kontroversial, dan sangat revolusioner bagi para koruptor, bukan bagi Mental Masyarakat. Contoh; Bunyi pasal 10 RUU Pengampunan Pajak “Selain memperolah fasilitas dibidang perpajakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, Orang Pribadi atau Badan juga memperoleh pengampunan tindak pidana terkait perolehan kekayaan, kecuali tindak pidana teroris, narkoba dan perdagangan Manusia”.

pasal2b10

Masih belum jelas? Begini simpelnya, jadi Wajib Pajak baik itu perorangan atau Badan dapat dihapuskan tindak pidana yang terkait perolehan kekayaan (apalagi namanya kalu bukan Tindak Pidana Korupsi?), asal korupsi tersebut tidak terkait dengan Teroris , narkoba, dan perdagangan manusia. Disini mulailah dibagi mana Koruptor Legal (berdasarkan UU ini) dan mana Koruptor Illegal. Apa ini bukan rencana terselubung koruptor?

Seperti yang saya katakan sebuah kebetulan yang terlalu kebetulan, tak lama setelah nama-nama pengusaha ini muncul dorongan untuk mengesahkan RUU Pengampunan (Dosa Koruptor) Pajak. Menurut saya banyak logika yang diputarbalikan untuk memaksakan RUU ini disahkan.

Baca       : http://nasional.kompas.com/read/2016/04/05/14434771/.Panama.Papers.Jadi.Alasan.DPR.Kebut.Pembahasan.RUU.Tax.Amnesty

Permasalahan:

  1. Negara kekurangan dana
  2. Diketahui dana para pengusaha di luar negeri 11.450 , bisa direpatriasi.

Pertanyaan

  1. Apakah RUU Pengampunan (dosa Koruptor) Pajak solutif dan tidak ada jalan lain untuk menutupi kekurangan dana ?
  2. Jika memang sudah diketahui dana yang digelapkan ke luar Negeri, kenapa di ampuni? Hitung saja, tagih!

Logika Permasalahan RUU Pengampunan (Dosa Koruptor) Pajak:

Lucunya, muncul Logika yang mengatakan bahwa “RUU ini akan membuat Pengemplang Pajak Membawa kembali uangnya dan membayar pajak.” Bertaruh kepada Mafia? Epik,, Penggunaan logika ini jelas mengimingi pandangan masyarakat dengan uang, agar kita Berkompromi dengan Koruptor!

Apakah karena pengampunan, lalu orang bayar pajak? Tidak. Orang bayar pajak karena adanya aturan pajak, bukan karena adanya pengampunan pajak. Bukankah Ini budaya yang salah ya pak Jokowi? Pesannya adalah bayar pajak jika diampuni, lalu jika tidak diampuni? Atau, justru ini agenda Revolusi Mental kita? Ingat Revolusi itu mutlak! tanpa ampun (bagi yang bersalah).

Big Boss BCA dalam daftar Panama Papers

Ketika menelisik Dokumen Panama Papers saya tidak terkejut dengan munculnya nama Bos besar BCA, Anthony Salim.

anthony2bsalim

https://offshoreleaks.icij.org/nodes/98888

Seperti yang sudah kita ketahui Anthony Salim melalui Bank BCA terjerat beberapa kasus korupsi. Mulai dari kasus BLBI dan Korupsi Pajak BCA hingga dugaan akan adanya Korupsi terhadap dua gedung Menara BCA dan Apartemen Kempinsky yang tidak tercantum dalam perjanjian kontrak BOT (built Operate Transfer) antara PT. Hotel Indonesia Natour (BUMN) dengan PT. Grand Indonesia. Anehnya kasus BOT ini langsung terhenti sesaat setelah Presiden Jokowi bertitah, bahkan semua media tiba-tiba hening.

Baca       :               http://www.kaskus.co.id/thread/563332d6c0cb17967f8b4568/indonesia-di-bawah-kendali-bank-bca/

Saya jadi berfikir jika RUU Pengampunan (Dosa Koruptor) Pajak ini adalah proyeksi dari Revolusi Mental yang dulu kita agung-agungkan. Tapi saya masih berharap, mudah-mudahan Revolusi Mental yang berhasil mengesahkan RUU Pengampunan (Dosa Koruptor) Pajak ini, adalah Revolusi Mentalnya Endonesa. Dan bukannya Revolusi Mental  Indonesia!

Baca Juga:

http://finansial.bisnis.com/read/20160120/10/511122/draf-final-ruu-tax-amnesty-spt-2014-jadi-basis-pengurang-harta

http://chirpstory.com/li/310306

Indonesia Hebat (?) Koruptor Pajak BCA Dapat Penghargaan Pajak

Indonesia Hebat! mungkin masih lekang dengan ingatan kita akan selogan ini. Memang Indonesia bagi saya pribadi sangat hebat dengan sejarah-sejarahnya dan terutama dengan kekayaan alamnya. Namun menengok kembali selogan ini saya justru merasa miris dengan fakta yang terjadi saat ini. Ditjen Pajak mengembar-gemborkan perihal pembayaran pajak Bank BCA yang dinilai sebagai pembayar pajak terbesar. Bahkan Ditjen Pajak BCA dan menteri keuangan memberikan Penghargaan.

Seperti yang dilansir dalam kanal Berita Satu “Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan apresiasi kepada 24 wajib pajak (WP) dengan kontribusi pembayaran pajak terbesar pada 2015. Penghargaan langsung diberikan oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang didampingi Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi. Dalam sambutannya Menkeu menyatakan, apresiasi kepada para WP atas kontribusi sekaligus kepatuhan mereka dalam membayar pajak. “Tentu kami gembira bapak dan ibu hari ini mewakili yang patuh. Saya ingin ini jadi role model,” kata Bambang di Kantor DJP Pusat, Jakarta, Selasa (5/4). Berikut daftar penerima penghargaan WP dengan kontribusi terbesar 2015; PT Bank Central Asia Tbk,  PT Astra Sedayu Finance, The Hongkong and Shanghai Banking Corp Ltd, PT Adaro Indonesia, PT Kaltim Prima Coal dll…..”

Indonesia Hebat! Sungguh hebat, Fakta akan penghargaan yang diberikan langsung oleh Bapak Menteri Keuangan ini seolah menutup mata akan Kasus Korupsi Pajak BCA yang nyata-nyata sudah 12 Tahun tidak kunjung terselesaikan. Kasus korupsi yang nyata-nyata dilicinkan oleh Hadi Poernomo (Mantan Ditjen Pajak, Mantan Kepala BPK, dan terakhir Tersangka Kasus Korupsi Pajak BCA) seolah ingin dikubur oleh Lembaga Pajak di Negeri ini. Bahkan usaha penguburan 12 Tahun kasus Korupsi Pajak BCA ini bekerja sama dengan Menteri Keuangan yang memberikan penghargaan secara langsung, Hebat!

Apa mau dikata beginilah nyatanya cara kita memperlakukan para koruptor di Indonesia. Kita mempelihara kasus ini selama 12 tahun, kita mendiamkan kasus ini selama 12 tahun, dan bahkan Lembaga Pemerintah kita (Ditjen Pajak dan Menteri Keuangan) memeberikan penghargaan kepada Koruptor Pajak BCA. Hebat! beginilah negeri kita, beginilah Indonesia Hebat!!!

Selengkapnya: